Yaitu semua shalat yang diperintahkan selain shalat fardhu
Yaitu semua shalat yang diperintahkan selain shalat fardhu
1 - Shalat sunnah akan mendatangkan kecintaan Allah kepada seorang hamba. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah sunnah kecuali Aku akan mencintainya, dan ketika Aku mencintainya Aku menjadi telinganya untuk mendengar, matanya untuk melihat, tangannya untuk menggenggam dan kakinya untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku kabulkan dan ketika meminta perlindungan, Aku lindungi dia.” [HR. Bukhari]
2 - Shalat sunnah akan menutupi kekurangan dalam shalat fardhu. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Sesungguhnya perkara pertama yang akan dihisab kelak sebelum amalan yang lain adalah shalat. Allah memerintahkan kepada malaikat-Nya, lihatlah shalat hambaku apakah ia telah mengerjakannya dengan sempurna atau tidak? Jika telah sempurna akan ditulis sempurna. Jika tidak, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Lihatlah apakah ia melaksanakan shalat sunnah atau tidak?” Jika ia melakukan shalat sunnah maka Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan shalat fardhunya dengan shalat sunnahnya” kemudian amalan lain pun dihisab .” [HR. Abu Dawud]
3 - Mengerjakan Shalat Sunnah di Rumah Lebih Afdhal ; Mengerjakan shalat sunnah di rumah lebih afdhal daripada mengerjakannya di masjid. Kecuali shalat sunnah yang dilaksanakan berjamaah seperti shalat tarawih di bulan Ramadhan. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Sesungguhnya lebih afdhal bagi seseorang mengerjakan shalat di rumahnya kecuali shalat fardhu.” [HR. Bukhari]
Ada beberapa jenis Shalat sunnah, di antaranya adalah:
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu.
Jumlahnya terdiri dari 10 atau 12 rakaat yang rinciannya sebagai berikut:
- Dua rakaat sebelum shalat subuh
- Dua atau empat rakaat sebelum shalat zhuhur
- Dua rakaat setelah shalat zhuhur
- Dua rakaat setelah shalat maghrib
- Dua rakaat setelah shalat isya.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma ia berkata, “Aku telah menghapal dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam 10 rakaat, yaitu dua rakaat sebelum zhuhur, dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah shalat maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah shalat isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum shalat fajar.” [HR. Muttafaqun Alaihi]
Diriwayatkan pula hadits yang semisal dari Aisyah Radhiyallahu Anha, namun ia menyebutkan “Empat rakaat sebelum shalat zhuhur.” [HR. Muslim]
Sunnah Qabliyah | Salat Wajib | Sunnah Ba’diyah |
Dua Raka’at | Subuh | ــــــــــ |
4 Raka’at | Zhuhur | Dua Raka’at |
ــــــــــ | Ashar | ــــــــــ |
ــــــــــ | Maghrib | Dua Raka’at |
ــــــــــ | Isya’ | Dua |
Shalat sunnah rawatib sebelum fajar merupakan shalat sunnah yang senantiasa dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam baik ketika beliau bepergian maupun ketika beliau bermukim.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha ia berkata, “Aku tidak pernah melihat perhatian Rasulullah terhadap shalat sunnah rawatib melebihi shalat sunnah sebelum fajar.” [HR. Muttafaqun Alaihi]
Disunnahkan untuk memendekkan shalat sunnah fajar dengan tidak mengurangi kekhusyuan di dalamnya. Dari Aisyah ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam memendekkan shalat sunnah sebelum fajar, sampai-sampai terkadang aku mengira beliau tidak membaca Ummul Kitab ( Al-Fatihah) .” [HR. Bukhari]
1 - Setelah salat subuh, jika ia belum melaksanakannya. Diriwayatkan dari Qais bin Amru, ia berkata: “suatu hari Rasulullah pernah melihat seorang laki-laki salat dua rak’at setelah subuh, kemudian beliau bersabda: salat subuh itu dua raka’at, lalu laki-laki itu berkata: sesungguhnya aku belum melaksanakan salat dua raka’at ini sebelum subuh, maka aku lakukan setelahnya, kamudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam dan tidak berkata” [HR. Abu Dawud]
2 - Setelah matahari terbit, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Barangsiapa yang belum melaksanakan shalat sunnah sebelum fajar maka hendaklah ia mengqadha’nya setelah terbitnya matahari.” [HR. At-Tirmidzi]
Keutamaan salat sunnah 4 raka’at setelah zhuhur, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “barang siapa yang salat empat raka’at sebelum dan setelah zhuhur, maka Allah mengharamkan baginya api neraka” [HR. Abu Dawud]
Termasuk salat sunnah yang dianjurkan akan tetapi tidak muakkadah, yaitu empat raka’at sebelum ashar, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “semoga Allah selalu merahmati orang yang salat empat raka’at sebelum ashar” [HR. Abu Dawud]
Dianjurkan untuk melaksanakan salat sunnah ghairu muakadah seperti, sebelum ashar, maghrib, dan isya’, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “di antara dua adzan adalah salat (sunnah), beliau mengulanginya sampai tiga kali, lalu berkata pada yang ketiga kalinya “bagi siapa yang mau” [Muttafaqun ‘Alaih], yang dimaksud dengan dua adzan adalah adzan dan iqamah.
Diperbolehka mengqadha salat sunnah, karena tertidur, atau lupa, bahkan di waktu yang dilarang untuk salat, berdasarkan riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau pernah melakukan salat sunnah ba’da zhuhur setelah salat ashar.
Shalat sunnah witir hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah itu witir dan menyukai angka ganjil, maka dirikanlah shalat witir wahai ahli Qur’an.” [HR Abu Dawud]
Jumlah rakaat minimal shalat witir adalah satu rakaat, sedang jumlah maksimalnya adalah 11 atau 13 rakaat. Caranya adalah setiap dua rakaat ditutup dengan salam lalu terakhir satu rakaat.
Jumlah minimal kesempurnaan shalat witir adalah tiga rakaat. Caranya adalah seseorang shalat dua rakaat lalu salam setelah itu ditambah satu rakaat, atau shalat tiga rakaat secara langsung lalu ditutup dengan salam. Dianjurkan untuk membaca Surah Al-A’la pada rakaat pertama dan Surah Al-Kafirun pada rakaat kedua serta Surah Al-Ikhlash pada rakaat ketiga. Berdasarkan hadits dari Ubay bin Ka’b Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam ketika shalat witir membaca, “Sabbihima rabbikal a’la“ pada rakaat pertama, dan Surah “Qul yaa ayyuhal Kafiruun“ pada rakaat kedua serta Surah “Qul Huwallahu Ahad “ pada rakaat ketiga.” [HR. An-Nasa’i]
Dimulai setelah shalat isya sampai terbitnya matahari. Jika mengerjakannya di sepertiga malam terakhir lebih afdhal. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “barang siapa yang khawatir tidak terbangun pada akhir malam, maka hendaknya ia salat witir pada awal malam (sebelum tidur)” [HR. Muslim], dan tidak boleh salat witir untuk yang kedua kalinya, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “tidak ada dua salat witir dalam satu malam” [HR. Abu Dawud]
sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “barang siapa yang ingin bangun malam, hendaknya ia salat witir di akhir malam, karena sesungguhnya shalat di akhir malam itu disaksikan para malaikat Allah.” [HR. Muslim]
Dianjurkan untuk berdoa pada rakaat terakhir dari shalat witir sebelum [HR. Abu Dawud] atau sesudah rukuk [HR. Bukhari], sambil mengangkat tangan dan membaca doa diantaranya, (Ya Allah, gabungkanlah aku dengan mereka yang Engkau beri petunjuk, dan jadikanlah aku diantara mereka yang Engkau beri kesehatan, dan masukkanlah aku kedalam orang-orang yang Engkau cintai, berkahilah pemberian-Mu kepadaku, selamatkanlah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkaulah Sang Penentu dan tidak ada yang dapat memaksa-Mu, tidak pula hina orang yang Engkau cintai, dan tidak pula terhormat orang yang Engkau musuhi, Engkaulah Maha Pemberi berkah lagi Mahatinggi). [HR. At-Tirmidzi]
1 - Setelah shalat witir disunnahkan membaca, “Subhana malikal quddus (Mahasuci Engkau Dzat yang memiliki kekuasaan dan Mahasuci) [HR. Ad-Daruquthni dengan sanad yang sahih]. Dibaca sebanyak tiga kali, sambil memanjangkan dan meninggikan suaranya pada kali ketiga, dan dapat pula ditambah, “Rabbul malaikati war ruuh (Rabb para malaikat dan malaikat Jibril.”
2 - Tidak ada perintah mengusap muka setelah berdoa, baik dalam shalat witir maupun shalat sunnah lainnya, karena tidak adanya contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam.
3 - Adapun do’a qunut hukumnya boleh sepajang tahun, tidak ada pengkhususannya, seperti pertengahan ramadhan, dan disunnahkan qunut nawazil di setiap salat fardhu.
Do’a khatam Al-Qur’an dalam salat tidak ada landasan syar’inya.
Disunnahkan untuk mengqadha shalat witir di siang hari dengan jumlah genap. Sebagaimana diriwayatkan Aisyah Radhiyallahu Anha, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tatkala tidak melaksanakan shalat witir di malam hari baik karena sakit atau lainnya, maka beliau menggantinya dengan shalat 12 rakaat di siang hari itu.” [HR. Muslim]
Shalat sunnah tarawih adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.
Dinamakan tarawih karena para sahabat saat itu senantiasa beristirahat setelah shalat empat rakaat karena lama dan panjangnya shalat mereka.
Shalat sunnah tarawih hukmnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya di bulan Ramadhan. Beliau pun melaksanakannya bersama sahabatnya selama beberapa malam, kemudian beliau meninggalkannya Beliau khawatir setelah wafat para sahabat melaksanakannya, karena dianggap wajib. [Muttafaqun ‘Alaih]
Lebih afdhal mengerjakan shalat tarawih dengan 11 rakaat, karena jumlah itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Aisyah Radhiyallahu Anha menjawab ketika ditanya, “Bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadhan?” Ia berkata, “Rasulullah tidak pernah shalat lebih dari 11 rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di bulan-bulan lainnya.” [HR. Muslim]
Bagi mereka yang terlambat melaksanakan shalat isya dan ketika tiba di masjid mereka melihat kaum muslimin sedang melaksanakan shalat tarawih, maka ia dibolehkan dengan mereka dan berniat melaksanakan shalat isya, ketika imam memberi salam ia berdiri dan menyempurnakan shalatnya.
1 - Qiyamul lail adalah sunnah muakkadah sepanjang tahu, maka makruh hukumnya meninggalkan qiyamul lail, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: diceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ada seorang lelaki yang tidur semalaman, sehingga ia tidak dapat melaksanakan qiyamul lail, lalu Rasulullah bersabda: lelaki itu, telinganya telah dikencingi oleh setan” [Muttafaqun ‘Alaih]. Bagi orang yang terbiasa melaksanakan shalat malam (qiyamul lail) dilarang meninggalkannya. Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda, “Wahai Abdullah janganlah engkau seperti fulan yang pernah melaksanakan shalat malam lalu ia meninggalkannya.” [ Muttafaqun ‘Alaih]
2 - Disunnahkan untuk berniat bangun malam untuk qiyamul lail, juga disunnahkan ketika bangun untuk berdzikir, mengusap wajah untuk menghilangkan kantuk, dan bersiwak, diriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bangun pada malam hari untuk salat, beliau membersihkan [Yasyushu: membersihkan] mulutnya dengan siwak, lalu melihat ke arah langit dan membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali ‘Imran” [Muttafaqun ‘Alaih]
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: aku pernah bermalam di rumah Maimunah (Bibi beliau), lalu aku tidur di bagian tepi tikar, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan istrinya di bagian tengahnya, hingga tengah malam, atau lebih kurang sedikit, kemudian beliau bangun dan mengusir kantuk dari wajahnya, dalam riwayat lain: “beliau duduk dan melihat ke arah langit kemudian membaca sepuluh ayat terakhir surat Ali ‘Imran. [Muttafaqun ‘Alaih]
Dianjurkan bagi sang suami untuk membangunkan istrinya ketika ia terbangun untuk melaksanakan shalat malam, demikian pula sebaliknya. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Jika seseorang membangunkan pasangannya di malam hari kemudian mereka shalat berdua maka mereka akan dicatat sebagai lelaki yang berdzikir dan wanita yang berdzikir.” [HR. Abu Dawud]
3 - Barang siapa yang dalam keadaan mengantuk ketika salat malam, hendaklah ia tidur hingga rasa kantuknya hilang, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “apabila salah seorang di antara kamu merasakan kantuk sedang ia mengerjakan salat, handaklah ia tidur sampai rasa kantukny hilang, karena sesungguhnya salah seorang di antara kamu salat malam, sedang ia mengantuk, dia tidak tahu barangkali ia minta ampun, padahal ia mencela dirinya sendiri”. [Muttafaqun ‘Alaih]
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, dan berkata: siapa yang bermunajat, pasti akan Aku kabulkan, siapa yang meminta, pasti akan Ku beri, siapa yang meminta ampun kepadaKu, pasti akan Aku ampuni” [Muttafaqun ‘Alaih]
Yaitu shalat sunnah yang diperintahkan pada waktu dhuha, yaitu sejak matahari setinggi anak panah sampai mendekati waktu tergelincirnya matahari. Dan sebaik-baik waktu salat dhuha adalah ketika panas matahari mulai menyengat. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam: “Shalat Awwabin (orang-orang yang kembali pada ketaatan) adalah ketika anak-anak unta [Tamradhu: panas yang terik membakar] kepanasan [Al-Fishaal: anak unta yang terpisah dari ibunya] di padang pasir.” [HR. Muslim]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi, “Wahai anak adam shalatlah untukku empat rakaat di awal siang maka aku cukupkan selebihnya bagimu.” [HR. Muslim]
Seseorang dibolehkan shalat dhuha sebanyak dua rakaat atau empat rakaat atau enam rakaat atau delapan rakaat sebagaimana dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam.
- Dengan salat dhuha dua raka’at cukup sebagai pengganti sedekah untuk setiap ruas-ruas persendian [As-Sulaami: makna sebenarnya adalah tulang ruas jari tangan, kemudian digunakan untuk semua persendian di seluruh tubuh]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “setiap pagi hari, bagia tiap-tiap ruas persendian kalian ada sedekahnya, maka setiap bacaa tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, setiap bacaan takbir adalah sedekah, beramar ma’ruf adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan itu semua sudah tercukupi dengan dua rakaat shalat dhuha.” [HR. Muslim]
- Siapa yang salat dhuha empat raka’at, niscaya akan dicukupi seluruh kebutuhannya pada hari itu oleh Allah. Dari Nu’aim bin Hammar Al-Ghathafani, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah ta’ala berfirman: “wahai anak adam, salatlah untukKu empat raka’at, di awal siang, niscaya akan Aku cukupi kebutuhanmu pada hari itu” [HR. Ahmad dalam Musnadnya]
- Barang siapa melakukannya setelah salat subuh berjama’ah, dan berdzikir hingga terbit matahari, maka baginya pahala ibadah haji dan umrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Rasulullah bersabda: “Barangsiapa Mengerjakan shalat Shubuh berjamaah, lalu dia duduk berdzikir sampai matahari terbit, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala haji dan umrah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “sempurna, sempurna, sempurna (pahalanya)” [HR. At-Tirmidzi di sahihkan oleh Al-Albani dalam shahihul Jami’ (6346)]
Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang disunnahkan kepada siapa saja yang masuk ke dalam masjid sebelum ia duduk.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Jika seseorang dari kalian masuk kedalam masjid maka hendaklah ia rukuk dua rakaat sebelum ia duduk.” [Muttafaqun ‘Alaih]
Akan tetapi shalat sunnah rawatib dapat menutupi shalat sunnah tahiyatul masjid. Jadi, jika seseorang masuk ke masjid, lalu ia melaksanakan shalat sunnah rawatib maka ia tidak perlu lagi mengerjakan shalat sunnah tahiyyatul masjid.
Yaitu shalat dua rakaat yang dilakukan oleh seorang hamba tatkala ia sedang bimbang dalam memutuskan sesuatu perkara. Shalat sunnah istikaharah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam kepada para sahabatnya sebagaimana beliau mengajarkan mereka surah dalam Al-Qur’an.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, “Jika seseorang dari kalian dilanda kebingungan maka hendaklah ia shalat dua rakaat lalu berdoa, “Ya Allah, aku menyerahkan putusan kepada-Mu berdasarkan ilmu-Mu, dan aku menyerahkan takdir kepada-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang agung, karena Engkaulah yang memiliki kemampuan sedang aku tidak, Engkau pula memiliki ilmu dan aku tidak,bahkan Engkaulah yang maha mengetahui seluruh yang ghaib, ya Allah jika dalam ilmumu urusan ini baik untuk agama, kehidupan dan akhir urusanku –atau saat ini dan akan datang– maka putuskanlah untukku dan mudahkanlah ia bagiku serta berkahilah ia untukku. Namun jika berdasarkan ilmu-Mu urusan ini buruk untuk agama, kehidupan dan akhir urusanku –atau saat ini dan akan datang – maka hindarkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tentukanlah bagiku yang lebih baik dimanapun lalu berkahilah aku di dalamnya kemudian ia menyebutkan urusannya tersebut.” [HR. Bukhari]
Tidak mengapa seseorang mengulang-ulang shalat istikaharah. Bukan sebuah keharusan tanda dari istikharah seseorang melihat dalam mimpi sebuah pilihan tertentu. Namun ia boleh memutuskan apa yang diinginkan lalu mulai melaksanakannya sambil memohon pertolongan kepada Allah. Jika dapat terselesaikan dengan sempurna maka itulah yang lebih baik baginya, kalaupun tidak maka itu pulalah yang lebih baik baginya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berkata kepada Bilal pada shalat fajar, “Wahai Bilal, amalan apakah gerangan yang engkau lakukan sehingga aku mendengar suara sandalmu [Daffu Na’laika: suara langkah sandalmu] di surga?“ Bilal menjawab, “Tidak ada amalan istimewa yang saya lakukan kecuali pada setiap kali saya bersuci aku senantiasa melaksanakan shalat sunnah semampuku.” [HR. Bukhari]
Yaitu shalat sunnah yang tidak terikat dengan waktu atau sebab tertentu.
Shalat sunnah mutlak dapat dilaksanakan kapan saja selain pada waktu-waktu yang terlarang.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu adalah qiyamul lail (shalat malam).” [HR. Muslim]
Rasulullah juga bersabda di hadits yang lain, “Sesungguhnya di surga ada beberapa kamar, yang bagian luarnya terlihat dari dalam demikian pula bagian dalamnya terlihat dari luar. Lalu seorang Arab Badui berdiri dan bertanya, “Untuk siapa gerangan kamar-kamar tersebut wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk mereka yang ucapannya selalu baik, dan orang-orang yang senantiasa memberi makan kepada orang miskin, atau mereka yang gemar berpuasa serta mereka yang shalat tatkala manusia yang lain sedang terlelap tidur.” [HR. At-Tirmidzi]
Qiyamul lail sangat membantu dalam mengurangi produksi hormon kortizol (yaitu kortizon alami bagi tubuh) terutama beberapa saat sebelum terbangun yang menurut hitungan tepat pada waktu sahur (sepertiga malam terakhir). Hormon ini berfungsi untuk menahan pertambahan kadar gula darah secara mendadak yang akan membahayakan para pengidap penyakit diabetes.
1 - Sejak terbitnya matahari sampai sebelum matahari setinggi anak panah, lamanya sekitar sepertiga jam.
2 - Saat matahari tepat berada di tengah-tengah sampai tergelincir.
3 - Sejak waktu ashar sampai matahari terbenam
Dalilnya adalah hadits Uqbah Ibnu Amir Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Ada tiga waktu dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam melarang kami melaksanakan shalat dan tidak pula menguburkan [Nuqbiru artinya Memakamkan] jenazah pada waktu tersebut. Yaitu ketika matahari mulai muncul sampai ia setinggi anak panah [Baaziatun artinya Jelas terang], dan ketika matahari berada di tengah-tengah sampai ia condong [Tadhifu artinya Condong], dan ketika matahari hampir terbenam.” [HR. Muslim]
Dibolehkan mengerjakan shalat sunnah karena sebab tertentu seperti shalat tahiyyatul masjid dan shalat jenazah pada waktu-waktu terlarang