Tanggungan harta yang wajib ditunaikan kepada orang lain
Tanggungan harta yang wajib ditunaikan kepada orang lain
Jika seseorang memiliki utang yang harus ditunaikan kepada orang lain, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya walaupun telah mencapai atau melebihi nishab. Dan jika utang tersebut tidak mengurangi nishab hartanya, maka harta orang tersebut dikurangi dengan utang yang harus ia bayarkan lalu sisa harta tersebut dikeluarkan zakatnya.
Sebagai contoh, si A memiliki uang sebesar 10.000 dollar, dan dia memiliki utang sebesar 10.000 dollar, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat, karena jumlah hartanya sama dengan jumlah utangnya, demikian pula halnya jika utangnya sebesar 9.950 dollar, karena ia mengurangi jumlah nishab. Namun jika utang si A hanya sebesar 4.000 dollar, maka jumlah hartanya dikurangi dengan utangnya dan sisanya (6.000 dollar) dikeluarkan zakatnya.
Namun terkadang hutang tersebut tidak digunakan oleh sipenghutang dalam perdagangan, seperti membeli rumah dengan cara kredit beberapa tahun, atau mempergunakan hutang untuk menjalankan proyek besar benilai jutaan. Terkadang ada seorang pedagang yang ingin memperluas wilayah kerjanya, Ia pun mengeluarkan beberapa juta untuk membeli jalur produksi baru ditambah dengan jalur produk yang dimilikinya, apakah hutang investasi dapat menggugurkan hutang ?. pernyataan tersebut sama saja menyia-nyiakan harta dalam jumlah besar dan pendistribusian zakat untuk orang fakir. Hingga pada akhirnya banyak diantara pelaku bisnis tidak membayar zakat. Simposium internasional isu-isu zakat kontemporer yang diadakan di kuwait , mengeluarkan beberapa rekomendasi, sebagai berikut ;
Pertama ; Harta zakat yang terkumpul dipotong dengan hutang yang membiayai usaha perdagangan, apabila sipenghutang tidak memiliki barang –barang dagang yang berlebih dari kebutuhan pokoknya.
Kedua ; harta zakat yang terkumpul dipotong hutang investasi yang membiayai proyek industri. Apabila sipenghutang tidak memiliki barang-barang komuditi dagang yang berlebih dari kebutuhan primernya, bisa dijadikan untuk menebus hutang tersebut. Pada kondisi seperti ini, hutang investasi yang ditunda pembayarannya dipotong dengan jumlah harta zakat yang ada, tuntutan annuitas adalah satu tahun penuh, apabila terpenuhi maka barang-barang dagang tersebut bisa digunakan untuk melunasi hutang, maka saat itu hutang tidak dipotong dari harta zakat. Jika pinjaman tersebut tidak cukup melunasi hutang maka dipotong dari sisa harta zakat.
Ketiga ; tangguhan pinjaman rumah yang biasa dibayar dalam jangka waktu yang panjang, maka sipenghutang membayarkan zakatnya dari sisa pinjaman tersebut. Harta yang ada pada sipenghutang setelah dipotong dengan tuntutan annuitas , apabila sisa harta tersebut mencapai nishab atau lebih.
1 - Jika piutang tidak diterima karena kebangkrutan yang menimpa si pengutang atau karena ia mengingkari utangnya, maka tidak ada kewajiban zakat atas piutang tersebut, sebelum ia menerimanya. Dan ketika ia menerima piutang tersebut maka ia wajib mengeluarkan zakatnya.
2 - Apabila piutang tersebut dapat dipastikan akan terbayar, maka pemberi utang berkewajiban mengeluarkan zakatnya setiap tahun karena harta tersebut dianggap masih dalam penguasaannya.
Adalah sertifikat utang yang wajib dibayarkan kepada pemegang sertifikat sesuai nilai yang tertera dalam sertifikat itu ditambah dengan bunga yang dihitung dari total nilai obligasi.
Portofolio ini adalah praktik riba yang diharamkan, karena statusnya adalah utang yang berbunga. Semua jenis obligasi secara umum diharamkan. Diwajibkan bagi mereka yang terlibat dalam transaksi obligasi untuk segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Zakat obligasi disamakan dengan zakat utang. Maka wajib dikeluarkan zakatnya ketika telah mencapai nishab dan haul. Baik sebelum atau sesudah ditambahkan dengan harta lain yang dimiliki pemegang sertifikat obligasi, berupa harta dagang ataupun uang tunai yang dimilikinya. Jumlah zakatnya sebesar 2,5%. Jika sertifikat obligasi tersebut tidak dapat dicairkan kecuali pada waktu tertentu, maka pemegang sertifikat mengeluarkan zakatnya pada saat sertifikat tersebut telah dicairkan.
Sejumlah uang yang dibayarkan kepada pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Sejumlah dana yang dibayarkan oleh negara atau perusahaan atau yang sejenisnya kepada para pegawai atau pekerja yang diatur dalam undang-undang jaminan sosial. Dana pensiun diberikan kepada mereka yang tidak memenuhi syarat untuk menerima gaji pensiun bulanan.
Sejumlah dana yang diberikan setiap bulan oleh negara atau perusahaan kepada pegawai atau pekerja yang memenuhi syarat yang diatur oleh undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan.
Seorang pekerja atau pegawai tidak dibebankan kewajiban mengeluarkan zakat dari penghasilannya selama masa kerja. Sebab status kepemilikannya terhadap upah saat itu tidak sempurna, ia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula berkuasa atas upah tersebut.
Namun ketika upah tersebut telah diterima baik secara sekaligus maupun secara bertahap maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. [Isu-isu Fikih Kontemporer. Dr.Shalah As-Shawy, hal: 58]
Barang yang digunakan untuk disewakan, tidak untuk diperdagangkan, seperti, rumah, mobil, dan barang produksi, dan lain-lain
Para ulama sepakar bahwa tidak wajib zakat atas barang-barang tersebut. Kecuali jika barang itu mencapai nishab dalam bentuk uang bagi pemilik barang, maka dikeluarkan zakatnya 2,5% menurut zakat uang [Isu-isu Fikih Kontemporer. Dr.Shalah As-Shawy, hal: 58]
Sejumlah harta yang diserahkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman sebagai penguatan akan transaksi.
Tidak ada kewajiban zakat bagi penyewa, sebab harta tersebut tidak dimilikinya secara sempurna padahal ia menjadi salah satu syarat dalam kewajiban zakat. [Isu-isu Fikih Kontemporer. Dr.Shalah As-Shawy, hal: 60]
Penguasaan atau kepemilikan seseorang terhadap sesuatu yang tidak berwujud, apakah sesuatu itu merupakan hak kekayaan intelektual seperti pengarang atau hak temuan seperti dalam dunia teknologi dan industri atau hak atas suatu aktifitas bisnis seperti merek dagang atau logo.
Hak maknawiyah di zaman sekarang ini telah memiliki nilai ekonomi dan komersial yang diakui oleh syariat. Seseorang dapat memanfaatkannya sesuai dengan hukum-hukum syariat, karena hak maknawiyah dijamin oleh syariat.
Secara prinsip tidak ada kewajiban zakat atas hak kekayaan intelektual karena tidak terpenuhinya syarat-syarat kewajiban zakat di dalamnya. Akan tetapi ketika hak kekayaan intelektual tersebut memberikan hasil ekonomi maka wajib dikeluarkan zakatnya karena disamakan dengan harta yang digunakan. [Isu-isu Fikih Kontemporer. Dr.Shalah As-Shawy, hal: 60]
Sejumlah uang yang diterima oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaannya.
tidak wajib dikeluarkan zakatnya, akan tetapi digabungkan dengan harta yang dimiliki seseorang , dalam timbangan nishab dan haulnya, Maka ia keluarkan zakatnya semua harta yang ia miliki jika telah cukup nishab dan haulnya, dan harta yang ia pergunakan dipertengahan haul , maka ia keluarkan zalatnya akhir haul, walaupun belum cukup haulnya, selama berjalan masa haul terhadap kepemilikan atas harta tersebut menurut nishab yang telah ditentukan, dan besar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% atka Hutang 10000 atau 99950.
Semua jenis harta yang proses kepemilikan atau pemanfaatannya di larang oleh syariat, seperti harta hasil penjualan khamar, transaksi riba, atau hasil curian dan yang semisalnya.
- Harta yang haram dzatnya, seperti hasil penjualan khamar atau babi, bukan termasuk harta yang wajib dizakati. Demikian pula harta haram yang dihasilkan dari pelanggaran syariat, seperti harta curian tidak boleh dikeluarkan zakatnya, karena status kepemilikan terhadap harta tersebut tidak sempurna.
- harta yang haram karena tata kelola yang tidak syar’i misalnya harta curian, bagi pengelola harta tersebut wajib mengeluarkan zakat, apabila ia mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya maka wajibnya juga baginya mengeluarkan zakat selama satu tahun penuh walaupun sudah beberapa tahun yang lalu.
- Bagi pengelola harta haram tersebut apabila ia belum mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya maka wajib baginya mengeluarkan harta tersebut sebesar nilai zakat, dan tidak dianggap zakat kecuali setelah ia mengembalikannya kepada pemiliknya, jika ia mengetahui keberadaan pemiliknya, Jika tidak ia membelanjakan harta tersebut untuk kepentingan umum dan diniatkan sebagai sedekah dari pemiliki sesungguhnya. [Qadhaaya Fiqhiyah Mu’aashirah, karya DR. Shalah Ash-Shawy, hal 61]
1 - Harta haram yang dihasilkan dari proses yang melanggar syariat tidak sah dimiliki walaupun dalam masa yang panjang. bagi pemiliknya berkewajiban mengembalikan harta tersebut kepada pemilik sesungguhnya atau kepada ahli warisnya jika ia mengetahui keberadaan mereka. Jika tidak ia membelanjakan harta tersebut untuk kepentingan umum dan diniatkan sebagai sedekah dari pemiliki sesungguhnya.
2 - Jika seseorang menerima upah dari seseorang atas sebuah aktifitas yang diharamkan maka penerimanya diharuskan memanfaatkan uang tersebut dengan benar dan tidak mengembalikannya kepada pemberi sebab hal itu akan membantu dia melakukan pelanggaran berikutnya.
3 - Tidak dianjurkan mengembalikan dana yang diperoleh dari cara yang diharamkan. Apabila si pemberi tetap melakukan pelanggaran tersebut seperti seseorang yang bertransaksi riba.
4 - Jika seseorang yang memperoleh harta secara haram tidak mampu mengembalikan fisik harta tersebut kepada pemilik sesungguhnya, maka ia wajib mengembalikan ganti atau nilainya kepada pemilik sesungguhnya jika ia mengetahui keberadaannya. Jika tidak, maka ia membelanjakannnya untuk kepentingan umum dengan niat sedekah bagi pemilik sesungguhnya. [Qadhaaya Fiqhiyah Mu’aashirah, karya DR. Shalah Ash-Shawy, hal 61]